Peran Ibu menciptakan anak Sholeh dengan menanamkan rasa cinta kepada Rosul Saw.
Cinta, tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan, dengan cinta kita bisa memberikan kesegaran dalam hidup seseorang, dengan cinta pula kita biasanya peduli dengan orang lain. Namun, dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita.
Lalu bagaimana menumbuhkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ? Lalu sejak kapan kita mulai menumbuhkan rasa cinta itu ? Pertanyaan yang klasik dan mudah dijawab oleh setiap muslim di dunia namun sulit sekali untuk melaksanakannya. Ditambah lagi perkembangan zaman yang semakin merusak setiap sendi-sendi yang bisa mengingatkan kita pd Allah dan Rasul-Nya.
Kendati demikian bagi umat muslim di dunia, kendati mencintai Allah dan Rasul-Nya bukanlah hal yang mudah, namun hal itu harus tetap dilakukan. Apalagi di zaman yang semakin memarginalkan nilai-nilai agama dan menge- depankan nilai-nilai budaya asing ini.
Dengan tetap mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW kita bisa membentengi diri dari segala intervensi buruk dari budaya asing yang mulai menyerang setiap pori-pori kehidupan.
Tidak ada kata terlambat untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, baik usia anak-anak, remaja, dewasa, bahkan di usia senja sekalipun. Akan tetapi, mencintai Allah dan Rasulullah SAW sebaiknya ditanamkan sejak dini sejak anak berada di dalam kandungan ibunya.
Sejak itulah, ibu mulai memperkenalkan anak tentang kebesaran Allah SWT, ajaran- ajaran Rasulullah SAW Sehingga sejak dini anak sudah terbiasa mencintai Allah dan Rasul-Nya. Memperkenalkan anak untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya sejak di dalam kandungan adalah permulaan yang sangat bagus. “Ketika seorang anak sejak dini sudah diperkenalkan kecintaannya kepada Rasulullah maka sangat mudah untuk membuat anak menjadi lebih kenal terhadap Rasulullah.
Subhanallah…
Cinta pada Allah dan Rasul, membahasakan nya bermacam ragam. Perlu sekiranya kita memantapkan tekad, jadi ingat pepatah syekh siti jenar “keberadaan dzat yang nyata itu hanya berada pada mantapnya tekad kita, tandanya tidak ada apa-apa, akan tetapi harus menjadi segala niat kita yang sungguh-sungguh”.
Kesungguhan niat yg tulus dapat mengarah dan memunculkan nilai2 dan energi2 positif.
Wallahua’lam.