Bisa dinamakan Sya’ban karena orang-orang Arab dulu pada bulan tersebut mereka tasya’ub (berpisah-pisah/berpencar) di gua-gua untuk mencari sumber air. Dan dikatakan sebagai bulan Sya’ban juga karena bulan tersebut sya’aba (muncul) di antara dua bulan Rajab dan Ramadhan.
Menurut Imam al-Ghazali dalam Makasyiful Qulub, dinamakan Sya’ban karena bulan tersebut memiliki beberapa kebaikan. Kata asy-syi’bi berarti “jalan kebaikan”. Sya’ban juga disebut bulan Rasulullah, karena itulah, tepat pada 15 Sya’ban 2 hijriah, atas petunjuk Allah, Rasullulah bermunajat dikompleks makam Jannatul Baqi’, Madinah. Ketika itu sedang bercengkrama dengan Aisyah, istri Nabi, namun tiba-tiba Rasulullah pergi begitu saja, dalam riwayat dinyatakan sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ فَقَالَ أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ
Aisyah RA bercerita bahwa pada suatu malam ia kehilangan Rasulullah SAW. Ia lalu mencari dan akhirnya menemukan beliau di Baqi’ sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau berkata:
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla turun ke langit dunia pada malam nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb.” (HR Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah)
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah pada malam nishfu Sya’ban mengawasi seluruh mahluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah)
Di bulan yang disebut sebagai pintu Ramadhan ini terjadi beberapa peristiwa penting:
- Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis (Palistina) ke Ka’bah, (Mekah al Mukarromah), pada bulan Sya’ban. Nabi SAW. menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi. Setiap hari Beliau tidak lupa menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu dari Rabbnya. Hingga suatu ketika, saat akan menunaikan Shalat Dzuhur berjamaah di masjid Bani Slamah, Allah menurunkan wahyu: “Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan wajahmu ke kiblat yang engkau kehendaki. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)
- Di bulan sya’ban tahun 2 hijriyah, disyariatkannya kewajiban berpuasa bulan ramadhan, sebelum periatiwa hijrah, kaum muslimin berpuasa selama 3 hari (tanggal 13, 14, dan 15) setiap bulan. Kemudian turunlah firman Allah tentang kewajiban puasa Ramadhan, yakni surah al-Baqarah ayat 183 dan 184.
- Pada bulan yang sama, diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Shollallu alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)
Para ulama menamai malam Nishfu Sya’ban dengan beragam nama. Banyaknya nama-nama ini mengindikasikan kemuliaan malam tersebut.
1. Lailatul Mubarokah (malam yang penuh berkah).
2. Lailatul Qismah (malam pembagian rizki).
3. Lailatut Takfir (malam peleburan dosa).
4. Lailatul Ijabah (malam dikabulkannya doa)
5. Lailatul Hayah walailatu ‘Idil Malaikah (malam hari rayanya malaikat).
6. Lalilatus Syafa’ah (malam syafa’at)
7. Lailatul Baro’ah (malam pembebasan).
Demikianlah keutamaan dan kelebihan malam Nishfu Sya’ban, marilah kita manfaatkan malam yang mulia ini untuk mendekatkan diri dan memohon sebanyak- banyaknya kepada Allah.
Puasa di bulan Sya’ban
حَديث عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدَّثَتْهُ قَالَتْ لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّتْ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: tidak biasa Nabi saw. Puasa (sunnah) dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan sya’ban, bahkan ada kalanya puasa sebulan sya’ban penuh. Dan Nabi saw. Bersabda: ‘Lakukan amalan menurut kemampuanmu, karena Allah tidak pernah merasa bosan terhadap amal kebaikanmu sehingga kamu sendiri yang bosan.’ Dan, shalat (sunnah) yang paling dicintai Nabi adalah yang dilakukan secara kontinu, meskipun hanya sedikit. Apabila beliau melakukan suatu shalat (sunnah), maka beliau melakukannya secara kontinu.” (H.R. Bukhari, Muslim)[1]
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.”(HR. Bukhari Muslim).[2]
Dalam riwayat Muslim[3] disebutkan, “Beliau berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban: kecuali sedikit di dalamnya beliau tidak berpuasa.” Menurut para ulama yang dimaksud dengan keseluruhan bulan Sya’ban di sini adalah pada sebagian besar bulan Sya’ban.
Dengan demikian, pada bulan Sya’ban Rasulullah memerbanyak puasa sunah melebihi daripada puasa sunah di bulan-bulan yang lain.
Puasa sunah yang dilakukan pada bulan Sya’ban ini bisa pada sebagian besarnya, bisa berupa puasa nabi Daud (sehari berpuasa dan sehari berbuka), bisa dengan puasa senin kamis, atau bisa dengan puasa pada tanggal 13, 14, 15 Sya’ban. Dan bagi yang belum mengqodho puasa Ramadhan, lekaslah mengqodhonya pada bulan sya’ban ini (karena dibulan ini ada anjurannya).
Jadi, tergantung pada kemampuan masing-masing. Yang penting pada bulan ini kita sangat perlu memerbanyak ibadah, dzikir, shalawat, istighfar, dan pada malam nisfu sya’ban, setelah Maghrib baca surat Yaa Siin sebanyak 3 kali.