Zaman Berzaman Fatimah Kawin….,
Ambil Penganten di Tanah Rosul….,
Jibril Turun Bawa Mas Kawin….,
ditentuken Alloh Robbul ‘Alamin.
Penjelasan dari beberapa sumber, salah satunya dr Sbd Ali.
Zaman berzaman Fathimah kawin…,
Pada lapis pertama, kalimat ini menjadi penanda yang merujuk pada peristiwa besar dalam sejarah, yaitu pernikahan Siti Fathimah dengan Sayyidina ‘Ali k.w. (untuk lebih memahaminya silahkan baca sejarah beliau). Nazhom ini menunjukkan bahwa pernikahan Siti Fathimah dengan Sayyidina Ali k.w. merupakan peristiwa agung, karena yang membawa mas kawinnya adalah Jibril dan ditentukan oleh Allah Rabbul alamin. Mas kawin ini bukan berupa uang, pakaian atau perhiasan. Di dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa mas kawin yang dibawa turun oleh Jibril itu merupakan pemenuhan atas permintaan Siti Fathimah, yakni menyelamatkan setengah dari ummat Nabi Muhammad saw. Yang menjadi walinya langsung Rasululloh saw.
Jika membaca rangkaian nazhom sebelum zaman ber-zaman, kita mendapati kalimat “Ya Muhaimin ya Salam, sallimna wal-muslimin (selamatkanlah kami dan kaum muslimin)…” bin-nabiyy khoiril anam wa bi ummil mu’minin (dengan kehadiran Kangjeng Nabi yang juga adalah Ummum-mu’minin).
Al-Hasan tsummal-Husain lin-Nabiyy Qurratul ‘ain nuruhum kal-qomarain jadduhum shallu ‘alaih.
Pada nazhom yang pertama ada penanda yang menunjukkan bahwa keselamatan itu di-wasilah-i oleh Baginda Rasululloh saw. (bin-nabiyy khoiril anam). Nazhom ini juga bisa direlasikan dengan nazhom lain “Awal-awale wong kang tobat den terimane Nekani ning kanjeng nabi ya zamane“.
Namun tidak berhenti di situ, nazhom kemudian berlanjut pada kalimat al-Hasan tsummal-Husain.
Al-Hasan dan al-Husain adalah cucu Rasululloh saw. dari rahim Siti Fathimah. Kalaupun sifatnya cucu, Rasululloh saw. selalu menyebut al-Hasan dan al-Husain sebagai putra beliau, seperti disebutkan di dalam banyak riwayat, di antaranya sabda Rasululloh saw., “Ini Hasan dan ini Husain, akulah bapaknya ada aku pula walinya…”
Jika kita relasikan kalimat jibril turun bawa mas kawin dengan sallimna wal-muslimin, lalu al-Hasan tsummal Husain, bisa menghasilkan kalimat “Jibril turun membawa mas kawin untuk menyelamatkan kaum muslimin melalui al-Hasan dan al-Husain“. Inilah mas kawin yang diminta oleh Siti Fathimah dan diputuskan oleh Allah Rabbul ‘alamin. Pada nazhom lain, syaikhuna dawuh “Al-Hasan tsumal Husain ngibaraken syahadatain“.
Tapi nazhom zaman ber-zaman dibaca setelah al-hasan tsummal-husain,
Selain menjadi penanda adanya peralihan zaman, relasi nazhom di atas juga menjadi penanda bahwa pada masa setelah al-Hasan dan al-Husain (pemangku syahadatain) yang akan menyelamatkan umat itu berasal dari turunan Kanjeng Nabi saw., dengan syarat “Ditentukan Alloh Rabbul ‘alamin“, tidak sembarang turunan beliau. Yakni turunane Kanjeng Nabi saw. yang ditentukan Alloh Rabbul ‘alamin.
Turunane Kanjeng Nabi saw. yang keturunan Kanjeng Nabi saw. ini ditentukan oleh Alloh Rabbul ‘alamin, bukan hasil pilihan manusia. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya kita tidak bisa hanya mengandalkan penglihatan dan pengetahuan kita.
“Istikhoroh“, inilah cara untuk mengenalinya. Karena di dalam istikhoroh, kita dituntut untuk mengenyampingka
Istikhoroh adalah metoda untuk sampai kepada (atau mendekati) pilihan yang tepat.
Karena istikhoroh adalah proses memilih, tentu sebelum melakukannya kita sudah memiliki sejumlah pilihan yang akan kita pasrahkan keputusannya kepada Allah Ta’ala. Pilihan-pilihan
Saya kira sebagian besar jama’ah asy-syahadatain
“Ingkang dingin sipatipun muayyidin–ngua
Bukan itu maksudnya. Bagi saya, yang dimaksud nguatakeun ning agama kelawan yakin itu adalah menguatkan ummat agar bisa menerima agama sampai tingkat yakin. Apa yang harus dikuatkan dari ummat ini agar bisa menerima agama dengan yakin.
Di dalam satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersaba, “La dina liman la ‘aqla lahu (tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal).” Jika merujuk hadis ini, kita bisa mendapat gambaran bahwa yang dikuatkan (dipulihkan) dari ummat ini untuk bisa menerima agama sampai yakin adalah akal (ini kriteria pertama). Di sini muncul pertanyaan, “Akal?” Jika ia harus dikuatkan (dipulihkan), berarti ada sejumlah kriteria untuk akal. (bersambung)