KAMIS malam (21/03/2013) sebuah bom meledak di Masjid al-Iman Damaskus Syiria. Yang mengagetkan umat Muslim sedunia, bom bunuh diri tersebut menelan korban jiwa seorang Ulama Sunni terkenal, Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthy. Ia meninggal di majelis ilmu, saat mengajar di dalam Masjid. Selain Syeikh al-Buthy, 42 meninggal dan 84 luka-luka termasuk cucunya, Ahmad.
Syeikh al-Buthy adalah ulama Sunni yang terkenal. Pada tahun 2012 lalu, beliau menjadi ketua Ikatan Ulama Bilad Asy Syam. Di Indonesia ia terkenal dengan karyanya Fiqhus Sirah, yang menjadi rujukan aktivis kampus. Kitab ini mengupas tentang faidah-faidah yang dapat dipetik dari perjalanan kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, utamanya dari sisi dakwah dan mendirikan peradaban Islam.
Karena kitab ini sering dijadikan rujukan oleh aktivis Al Ikhwan al Muslimun, banyak yang menyangka bahwa beliau adalah tokoh Ikhwan, padahal bukan. Ia profil ulama yang tidak terikat organisasi atau kelompok politik apapun. Ia cenderung memposisikan diri sebagai murni pengajar. Sehingga, terkadang pernyataan-pernyataanya lebih diplomatis dan bahkan bisa multi makna.
Dalam hal pemikiran, al Buthy merupakan tokoh ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bermadzab Syafi’i dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, al Gha¬zali. Di masjid al-Iman itu, salah satunya ia mengajar kitab al-Hikam. Kitab tasawwuf yang ditulis oleh Syeikh Ibnu Atho’illah al-Sakandari. Ia juga menulis kitab komentar (syarh) untuk kitab al-Hikam bernama Syarh wa Tahlil Al Hikam Al ‘Atha‘iyah. Ia memang dikenal di Suriah sebagai ulama Sufi. Selain mengajar al-Hikam ia juga mengajar kitab Risalah al-Qusyairiyah – kitab tasawwuf yang terkenal. Jumlah kitab yang ditulis sekitar 60 judul kitab.
Tidak hanya itu, Syeikh al-Buthy ternyata juga pengkritik filsafat Barat. Ia menulis kitab berjudul Naqdul Auhami al-Maddiyah al-Jadaliyah. Kitab yang khusus mengkritik filsafat Materialisme Dialektik yang diajarkan oleh filsuf Barat materialis, Hegel dan Karl Marx.
Selain itu, yang cukup heboh di kalangan jama’ah Salafyi, Syeikh al-Buthy menulis kitb berjudul Salafiyyah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami dan Al-La Madzhabiyyah Akhtaru Bid’atin Tuhaddidu as Syari’ah Al Islamiyyah. Meskipun begitu, lontaran kritiknya masih dalam konteks kajian ilmiah, tanpa emosi dan menggebu-gebu. Di luar konten yang diperdebatkan, cara menyajikan Syeikh al-Buthy berbahasa nasihat bukan pengadilan.
Jelas saja, tragedi berdarah di Masjid tersebut mengguncang dunia. Sekaligus menambah pedihnya konflik Suriah yang hingga kini masih menyala, belum ada tanda-tanda berhenti.
Kewafatannya meninggalkan pro-kontra di kalang kaum Muslim dunia.
Di satu pihak, Syeikh al-Buthy dianggap pendukung rezim Syiah Nusairiyah Bashar Assad. Kecaman dan makian dilontarkan untuk al-Buthy. Ia bahkan dinilai ulama Sunni yang pro rezim Syiah.
Karena itu, tragedi Masjid al-Iman disambut gembira oleh para pejuang kontra Bashar Assad yang terkenal dengan kekejamannya membantai Muslim Sunni di Suriah. Bashar adalah rezim berakidah Syiah Nusairiyah yang mendapat dukungan dari Iran. Kekejaman dan akidahnya tidak bisa dibenarkan.
Ada kabar bahwa beliau dibunuh oleh kelompok oposisi yang sangat kecewa dengan sikap al-Buthy terhadap rezim Bashar. Namun, Ketua Kesatuan Musyawarah Oposisi Ahmad Mu’adz al-Khatib mengutuk pembunuhan Syeikh al-Buthy, dan menyebut hal itu sebagai tindakan keji dilihat dari norma apapun. Ada pula spekulasi Syeikh al-Buthiy dibunuh oleh rezim Bashar sendiri agar rezim memiliki alasan untuk makin leluasa membasmi oposisi Sunni.
Di luar itu, siapapun pembunuhnya, menumpahkan darah kaum Muslimin di dalam Masjid adalah kekeliruan besar. Rasanya tidak ada Muslim yang baik yang nekat melakukan pembunuhan massal di Masjid. Masjid adalah Baitullah, tempat suci dan sakral. Berjual beli atau berbisnis saja haram dilakukan di masjid, apalagi menumpahkan darah saudara Muslim secara massal. Terlepas dari tuduhan untuk al-Buthy, siapapun yang dibunuh secara massal di masjid itu tidak ada dalih dalam agama.
Pembunuhan yang dilakukan di Masjid, apalagi menelan korban Muslim patutlah dikutuk. Jika pun Syeikh al-Buthy dalam ijtihad politiknya salah, sangat tidak beradab melakukan pembantaian di masjid. Pembunuhan di dalam masjid akan menciptakan citra buruk dalam dunia Muslim. Mujahidin rasanya tidak mungkin menabrak adab-adab Islam.
Apalagi, kabar pro atau tidaknya al-Buthy terhadap rezim Bashar masih simpang siur. Umat Muslim sedunia harus hati-hati bersikap. Sebab dikabarkan dalam situs resminya nasim al-syam dalam kolom fatwa bernomor 13060 Syeikh al-Buty menentang pembunuhan rakyat Sunni tak bersalah oleh tentara rezim Bashar Assad yang Syiah itu. [baca: Syeikh Al Buthy, Tentara dan Rakyat Suriah]
Syeikh al-Buthy telah meninggal. Ia manusia. Yang pasti memiliki kesalahan. Selama kesalahan itu masih dalam wilayah ijtihad bukan kesalahan akidah, masih bisa ditoleransi. Jika ia telah berfatwa sebagaimana dalam nomor fatwanya 13060, maka Insya Allah Syeikh al-Buthy masih dalam barisan Sunni. Tidak dapat dipungkiri memang, ada kesan kekurangtegasan al-Buthy selama ada konflik Suriah. Sehingga ada yang menilai ia diam dalam kisruh Suriah. Namun, fatwa bernomor 13060 bisa jadi adalah ijtihad al-Buthy yang dipegang sampai ia wafat. Jika demikian, maka kita tidak perlu lagi memperdebatkan pro dan tidaknya beliau. Bergembira ria dengan wafatnya al-Buthy rasanya tidak perlu. Sebab ia telah meninggal dunia. Simpang siurnya kabar ini yang harusnya kita bersikat hati-hati. Ia dikenal di dunia sebagai ulama yang memiliki otoritas. Jangan sampai kita memaki ulama. Ini bukan adab Muslim. Jika ia kafir, pasti bukan ulama. Mari kita tutup berpolemik tentang Syeikh al-Buthy.
Dikhawatirkan energi kita habis memperdebatkan dalam posisi mana al-Buthy itu. Padahal musuh besar Muslim saat ini justru Bashar al Assad yang masih dikendalikan Syiah Nusairiyah di Suriah.
Umat Islam harus kembali fokus pada kejahatan Bashar yang harus diadili, seadil-adilnya. Negeri Suriah memiliki posisi strategis dan tengah menjadi rebutan antara kepentingan Syiah dan Israel haruslah kita bebaskan. Sebab bumi Syam ini sebagai pintu masuk pembesan Al-Quds. Karena itu, apapun yang terjadi, janganlah kita berpecah-belah. Wallahu a’lam.*
Penulis alumni program Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor, kini peneliti pada InPAS Surabaya
Red: Cholis Akbar
Sumber: http://www.hidayatullah.com/read/27821/23/03/2013/syeikh-al-buthy,-suriah-dan-pentingnya-menjaga-adab.html
Sudah jelas Suriah adalah revolusi Photoshop!!!
Syeikh al-Buty adalah syekh yang zuhud dan mengerti pihak mana yang dibelanya, apalagi dia tinggal di negara Suriah, jadi dia yang lebih tau. Makanya dia membela Pemimpin Bashar Assad yang difitnah oleh media barat seakan2 dia dan tentaranya membasmi warganya, padahal??? fiuhhh… MOHON CROSS CHECK SENDIRI DATANG KE SURIAH. Siapa yang jadi lawan dan siapa yang musuh, siapa para teroris bayaran dan siapa yang berusaha melindungi rakyatnya?
Sudah jelas bahwa yg terjadi di negara Suriah ada simpang siur berita, terutama yang dibawa oleh media2 barat dan media arab Ajazira biangnya sumber z1onis.
Orang2 ALIM KASYAF MESTI TAU SIAPA ITU Bashar Assad dan siapa Teroris kiriman Saudi, Qatar dan gerombolan wahabi lainnya yang pro Amriki. Pemimpin Suriah sedang difitnah oleh bajingan syetan media barat!!!!!
Kasihan para Mujahid yang salah alamat yang telah terhipnotis oleh media2 Barat!