Habib Muhammad Rizieq Syihab, MA
Ketua Umum DPP FPI
Banyak kalangan mengira bahwa kaum Liberal Indonesia adalah kelompok orang yang “berani” dalam berpikir dan berpendapat, walau pun salah arah. Dan tidak sedikit kalangan yang memuji kaum Liberal Indonesia sebagai generasi yang “kritis” dalam pemikiran dan pemahaman, walau pun sesat jalan. Serta ada yang berdecak kagum melihat kaum Liberal Indonesia sangat “produktif” dalam menggelar seminar dan menulis makalah serta mencetak buku, ditambah lagi dengan sikapnya yang “nekat” melawan arus.
Padahal, jika kita menelusuri alur pemikiran Liberal dari hulu sampai ke hilir, dan kita perhatikan asal muasal gerakan dan aktivitas Liberal dari atas sampai ke bawah, ternyata kaum Liberal tidak seberani yang dikira, dan tidak pula sekritis yang digaungkan, serta tidak seproduktif yang dilihat.
PLAGIAT PEMIKIRAN
Kaum Liberal Indonesia dengan gegap gempita menggembar-gemborkan penerapan Hermeneutika dalam Studi Al-Qur’an. Nyatanya, jauh sebelum kaum Liberal Indonesia menggaungkan hal tersebut, adalah Pendeta Alphonse Mingana (1881-1937) seorang Kristen Iraq yang juga Dosen Theologi di Birmingham University – Inggris, dalam buku“Syriac Influence on The Style of The Kur’an” yang diterbitkan pada tahun 1927, menyatakan : “Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap Al-Qur’an, sebagaimana telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramik dan kitab suci Kristen yang berbahasa Yunani.”
Kaum Liberal Indonesia dengan super semangat mengkampanyekan tentang perlunya membuat Tafsir Al-Qur’an edisi kritis. Nyatanya, jauh sebelum kaum Liberal Indonesia mengkampanyekan hal tersebut, adalah Arthur Jeffery (1893-1959) seorang tokoh Kristen Methodist dari Australia, dalam buku “The Qur’an as Scripture” yang diterbitkan pada tahun 1952, menyatakan : “Apa yang kita butuhkan, bagaimana pun, adalah Tafsir Kritis yang mencontohi karya yang telah dilakukan Orientalis Modern sekaligus menggunakan metode-metode penelitian kritis modern untuk Tafsir Al-Qur’an.”
Selain itu, masih ada Abraham Geiger (1810-1874) yang melakukan kajian Al-Qur’an dari konteks ajaran Yahudi, dan Gustav Weil (1808-1889) yang melakukan kajian Al-Qur’an secara kronologis, serta Theodor Noldeke (1836-1930) yang melakukan kajian kritis asal muasal Al-Qur’an, juga Pdt. Edward Sell (1839-1932) yang menggunakan metodologi “Higher Criticism” terhadap Al-Qur’an, lalu Ignaz Golziher seorang Yahudi asal Hungaria yang pernah menjadi mahasiswa di Universitas Al-Azhar – Mesir dan sahabat baik Christian Snouck Hugronye.
Kaum Liberal Indonesia dengan sangat agresif mendorong penyatuan semua agama dengan konsep pluralisme, inklusivisme dan multikulturalisme. Nyatanya, para Theolog dari kalangan Protestan seperti John Hick dan Paul F. Knitter, mau pun dari kalangan Katholik seperti Raimundo Panikkar, sudah lebih dulu menyuarakannya. Sampai akhirnya, Paus Yohannes Paulus II turun tangan pada tahun 2000 dengan mengeluarkan “Dekrit Dominus Yesus” untuk menghadapi serbuan pluralisme di kalangan umat Kristiani. Di kalangan umat Hindu ada nama Ram Mohan Roy (1772-1833) yang mencampur aduk-kan ajaran semua agama, yang kemudian ajarannya dilanjutkan oleh Debendranath Tagore dan Kashub Chandra Sen. Kemudian gerakan ini semakin kuat diusung di kalangan Hindu oleh Ramakrishna (1836-1886) dan Vivekananda (1863-1902).
Kaum Liberal Indonesia menggelorakan semangat perkawinan sejenis. Nyatanya, jauh sebelum kaum Liberal Indonesia meneriakkan legalisasi Homoseksual dan Lesbianisme, adalad Eric James, seorang pejabat gereja Inggris melalui bukunya “Homosexuality and a Pastoral Church” telah menghimbau gereja agar mentoleransi kehidupan Homoseksual dan Lesbianisme serta mengizinkan perkawinan sejenis. Bahkan pada November 2003, para pastor Gereja Anglikan di New Hampshire AS sepakat mengangkat Uskup Homoseks bernama Gene Robinson. Karenanya, di banyak negara Barat, Homosex dan Lesbi tidak dianggap sebagai kejahatan selama masyarakat menerimanya. Bahkan edannya, pada medio Juni 2011 baru-baru ini, Dewan Hak Asasi Manusia – Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan HAM-PBB), dengan dukungan suara 23 negara melawan 19 negara yang menolak, sedang 3 negara abstain, mengeluarkan “Resolusi Persamaan Hak bagi semua orang tanpa memandang Orientasi Seksual”, yang isinya mengakui dan menjamin Homosex dan Lesbi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga pelarangan Homosex dan Lesbi di negara mana pun akan dianggap sebagai pelanggaran HAM.
Aneka Hujatan Kaum Liberal Indonesia terhadap Al-Qur’an, seperti tuduhan keji bahwa Al-Qur’an sebagai produk budaya, produk bahasa dan produk sejarah, serta tuduhan jahat bahwa Al-Qur’an provokatif, diskriminatif, tidak autentik dan tidak suci, termasuk fitnah biadab bahwa Al-Qur’an hanya merupakan hasil kongkalikong antara Muhammad dengan para Shahabatnya, ternyata semuanya hanya “jiplakan” dari berbagai fitnah dan tuduhan yang pernah dilontarkan para Orientalis Barat sejak zaman Leo III (717-741) yang pernah berpolemik dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA melalui surat, hingga kini. Sepanjang sejarah Orientalis telah melahirkan manusia-manusia penghujat Islam antara lain : Johannes Damascus (652-750) yang memfitnah Nabi SAW sebagai hypersex, dan Abdul Masih Al-Kindi (sekitar Th.873) yang risalahnya dijadikan “rujukan” untuk menghujat Islam, Petrus Veberabilis (1094-1156) yang dipuja kalangan Orientalis sebagai “Bapak Penaklukan Pemikiran”, dan Ricoldo da Monte Crice (1243-1320) yang menyatakan bahwa Islam dan Al-Qur’an adalah buatan setan, serta Martin Luther (1493-1546) yang mencela Al-Qur’an sebagai takhayyul dan ketololan.
Masih banyak lagi aneka pemikiran Orientalis Barat yang “dijiplak” oleh kaum Liberal Indonesia. Jika kita paparkan disini satu per satu, maka akan memakan ratusan bahkan ribuan halaman. Hal ini menjadi bukti autentik bahwa kaum Liberal Indonesia tidak punya keberanian untuk berfikir, dan tidak memiliki sikap kritis sejati, serta sama sekali tidak produktif. Kaum Liberal Indonesia hanya “plagiat pemikiran” yang menjiplak sana sini dari aneka pemikiran Orientalis yang sesat dan menyesatkan.
KETERBELAKANGAN INTELEKTUAL
Jika kita meneliti lebih dalam lagi, ternyata kaum Liberal Indonesia bukan saja “plagiat pemikiran”, tapi juga kelompok manusia “minder” yang mengidap penyakit “keterbelakangan intelektual”. Itulah sebabnya, berbagai pernyataan dan tindakan mereka sering ngawur tidak berdasar, bahkan cenderung dungu dan kesasar, sehingga mereka bagaikan orang gila yang kesetanan.
Terkait Aqidah Islam, “keterbelakangan intelektual” kaum Liberal Indonesia tidak sanggup mendalaminya, sehingga melahirkan pernyataan dan tindakan “biadab” yang menodainya. Di tahun 2004, saat penyambutan mahasiswa baru di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) – Bandung terdengar ajakan dengan suara lantang dari oknum mahasiswa senior : “Kita dzikir bersama : Anjinghu Akbar !” Dan di tahun 2008, seorang aktivis Liberal dari AKKBB dalam suatu wawancara televisi menyatakan bahwa soal Ahmadiyah hanya merupakan persaingan antara “Nabi Arab” dan “Nabi India”.
Terkait kesucian Al-Qur’an, “keterbelakangan intelektual” kaum Liberal Indonesia tidak mampu memahaminya, sehingga melahirkan pernyataan dan tindakan “edan” yang menistakan kesuciannya. Pada tanggal 17 April 2006, Gus Dur dalam dialog interaktif di Radio 68H Utan Kayu – Jakarta bersama seorang wartawan Tempo, Guntur Romli, melontarkan pernyataan ngawur : “Al-Qur’an adalah kitab suci paling porno di dunia.” Dan pada bulan berikutnya, tanggal 5 Mei 2006, seorang dosen IAIN Sunan Ampel – Surabaya, Sulhawi Ruba, dalam rangka mendoktrin dan meyakinkan para mahasiswanya bahwa Al-Qur’an adalah hasil budaya manusia dan tidak sakral, maka secara sadar dan sengaja menginjak-injak lafazh “Allah” di hadapan para mahasiswanya.
Terkait Syariat Islam, “keterbelakangan intelektual” kaum Liberal Indonesia tidak sanggup memahami kesempurnaannya, sehingga melahirkan pernyataan dan tindakan “gila” yang melecehkannya. Ulil Abshar Abdalla dalam Harian Kompas 18 November 2002 menyatakan : “Menurut saya, tidak ada yang disebut Hukum Tuhan dalam pengertian seperti yang dipahami orang Islam.” Sedang dalam majalah Tempo edisi 19-25 November 2002, Ulil menyatakan : “Negara Sekuler lebih unggul daripada Negara Islam ala fundamentalis, sebab Negara Sekuler bisa menampung energi kesalehan dan energi kemaksiatan sekaligus.” Melalui tulisan di Harian Republika, Masdar F Mas’udi, salah seorang penulis buku sesat “Fiqih Lintas Agama” yang terbit tahun 2004, dengan dalih untuk keselamatan dari bahaya akibat padatnya jama’ah Haji dari berbagai negara, maka ia mengusulkan agar jama’ah Haji Indonesia menunaikan manasik ibadah Haji di bulan Syawwal saja. Selain itu, masih ada Sumanto Qurtuby penulis buku sesat “Lubang Hitam Agama” yang terbit tahun 2005, di halaman 70 menyatakan : “Pembantaian terjadi dimana-mana, teror terjadi dimana-mana, buah Syariat Islam bukannya manusia-manusia suci, saleh dan agung, tapi justru menciptakan gerombolan mafia dan “anjing-anjing” penjilat kekuasaan.”
Terkait homoseksual dan lesbianisme, “keterbelakangan intelektual” kaum Liberal Indonesia tidak mampu mengenalinya sebagai penyimpangan seksual, sehingga melahirkan pernyataan dan tindakan “sinting” yang menghalalkannya. Dalam jurnal “Perempuan” edisi 58, Musdah Mulia, Guru Besar Universitas Negeri Syarif Hidayatullah (UIN SH) – Jakarta, menyatakan secara terbuka : “Seorang Lesbian yang bertakwa akan mulia di sisi Allah, saya yakin itu.” Dalam jurnal “Justisia” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Wali Songo (IAIN WS) – Semarang, edisi 25 Tahun XI / 2004, redakturnya menuliskan dalam kolom redaksi : “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya.”
Aneka pernyataan dan tindakan kaum Liberal Indonesia dalam berbagai contoh kasus di atas, bukan sekedar sikap “asal beda” atau “tampil eksentrik” atau pun “gaya kontroversial”, apalagi sekedar wacana dari celotehan “nyeleneh”, melainkan pernyataan dan tindakan yang lahir dari penyakit serius berupa “keterbelakangan intelektual”. Penyakit ini lebih berbahaya dari “dungu” dan “idiot”, karena dungu atau idiot hanya melahirkan sikap “tidak tahu” atau biasa disebut “Jahil”, sedang “keterbelakangan intelektual” melahirkan sikap “sok tahu” atau lebih sering disebut “Jahil Murokkab”. Na’uudzu billaahi min dzaalik.
LEBIH RENDAH DARI BINATANG
Allah SWT berfirman dalam QS.7. Al-A’raaf : 179 yang terjemahannya sebagai berikut : “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari Jin dan Manusia, mereka mempunyai hati (akal), (tetapi) tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), serta mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”
Ayat ini dengan tegas menghinakan orang-orang yang tidak mau mempergunakan hati / akal, mata dan telinga mereka untuk memahami, melihat dan mendengar tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Mereka disamakan dengan binatang, bahkan lebih rendah, hina dan sesat daripada binatang. Menurut penulis, kaum Liberal termasuk kelompok yang dihina ayat ini, karena cirinya sama. Bagi penulis, Liberal sama dengan binatang, bahkan lebih rendah dan hina.
Bagaimana Liberal tidak lebih rendah dan hina daripada binatang ?! Seekor ayam saja yang tidak berakal mengetahui bahwa jantan tidak boleh mengawini jantan dan betina tidak boleh mengawini betina, lalu ada manusia Liberal yang katanya berakal cerdas dan tinggi pula pendidikannya hingga “bergelar profesor doktor” tidak paham soal sesederhana itu, sehingga ia menghalalkan homosexual dan lesbianisme. Bahkan gilanya, Dewan HAM PBB melegalkan Homosex dan Lesbi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Ironis, ayam yang tidak berakal tapi “mengerti”, sedang si manusia “profesor berakal” justru “tidak mengerti”, bahkan Dewan HAM-PBB yang katanya kumpulan “orang berakal” kelas dunia ternyata lebih “tidak mengerti”.
AKAR LIBERAL
Dalam sejarah Islam yang pertama kali menawarkan konsep Liberal terkait pencampur-adukkan ibadah antar agama adalah Abu Jahal cs, tatkala mendatangi Rasulullah SAW dan menawarkan perdamaian antar kaum muslimin dan kaum musyrikin dalam bentuk beribadah secara bergilir kepada Allah SWT dan berhala sesembahan kaum musyrikin, lalu turun Surat Al-Kafirun sebagai jawabannya.
Abu Jahal cs selalu menghina Nabi SAW, melecehkan agama dan memusuhi umat Islam dengan berbagai macam cara. Abu Jahal cs inilah yang pernah menantang Sayyiduna Abu Bakar RA untuk melogikakan dan merasionalisasikan peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW dengan “Akal”. Mereka berkata kepada Sayyiduna Abu Bakar RA : “Hai Abu Bakar, masihkan kau percaya dengan kebohongan Muhammad ? Akal manusia mana yang bisa menerima cerita perjalanan dari Mekkah ke Syam hanya dalam waktu sebagian malam. Padahal kita sama tahu, perjalanan sejauh itu dengan menunggang unta saja menghabiskan waktu tidak kurang dari sebulan perjalanan ?!”
Sayyiduna Abu Bakar RA pun menjawab dengan tegas dan lantang tanpa sedikit pun keraguan : “Andaikata Muhammad bercerita tentang peristiwa yang lebih dahsyat daripada Isra Mi’raj, niscaya pasti aku akan percaya dan membenarkannya !” Itulah sebabnya Sayyiduna Abu Bakar RA dijuluki “Ash-Shiddiq” yang artinya orang yang jujur dengan imannya, yang membenarkan Nabi SAW tatkala orang lain mendustakannya, yang mempercayai Nabi SAW tatkala orang lain mencemoohkannya. Jawaban Ash-Shiddiq RA adalah jawaban tulus dan ikhlash yang lahir dari iman yang kuat, bukan dari logika yang hampa. Ash-Shiddiq RA telah memberi pelajaran kepada umat Islam tentang urgensi dan importensi keimanan. Iman mampu menjawab sesuatu yang belum mampu dijawab oleh akal. Iman sanggup menerima sesuatu yang akal masih sulit mencerna. Iman bisa melakukan keajaiban yang tak bisa dikakukan oleh akal.
Dengan demikian, akar pemikiran Liberal dalam sejarah Islam sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, yaitu pola pikir yang telah dipertontonkan secara vulgar dan demonstratif oleh Abu Jahal cs. Pola pikir Liberal terus berkembang di kalangan orang kafir dan munafiq, bahkan terus berusaha mempengaruhi kaum muslimin, sehingga dari dulu hingga kini banyak generasi muda muslim tanpa mereka sadari mulai masuk perangkapan pemikiran sesat Liberal. Sebagaimana Abu Jahal cs, kaum Liberal pun selalu menghina Nabi SAW, melecehkan agama dan memusuhi umat Islam dengan berbagai macam cara.
IBLIS, ZINDIQ DAN BUANG ANGIN
Iblis tatkala diperintahkan Allah SWT sujud kepada Adam AS, ia menolak dengan dalih : “Kau ciptakan aku dari api, sedang Kau ciptakan dia dari tanah.” Jawaban ini bukan hanya menunjukkan tingkat hasad dan sombongnya Iblis, tapi juga Iblis mencoba menggunakan “Logika” untuk berhadapan dengan “Perintah Allah SWT”. Ternyata akar Liberal ujung-ujungnya datang dari Iblis.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Imam Ja’far Ash-Shodiq RA pernah ditanya dengan pertanyaan “Liberal” : “Iblis diciptakan dari api, lalu akan disiksa dalam Neraka dengan api. Ini sesuatu yang tidak masuk di akal, api disiksa dengan api?!” Maka ketika itu Imam Ja’far Ash-Shodiq RA mengambil sebongkah tanah liat lalu diremas dan dipulungnya menjadi bulatan kecil, kemudian dilemparkan kepada si penanya, maka si penanya mengelak takut sakit. Imam Ja’far Ash-Shodiq RA menanyakan kenapa si pemuda mengelak, maka si pemuda menjawab bahwa jika tidak mengelak pasti akan merasakan sakit terkena lemparan bola tanah tersebut. Akhirnya Imam Ja’far RA berkata : “Kau manusia yang berasal dari tanah, tapi kenapa kau merasa sakit ketika dihantam dengan tanah ?!”
Syeikh Abdurrahman Habannakah Al-Maidani dalam kitabnya “Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah” menukilkan sebuah kejadian, yaitu peristiwa Debat Terbuka di depan umum antara Imam Abu Hanifah RA dengan kaum Zindiq yang berpendapat bahwa Alam Semesta beserta isinya tercipta dengan sendirinya. Ketika itu, Imam Abu Hanifah RA datang sangat terlambat ke lokasi pagelaran Debat Terbuka, sedang kaum Zindiq justru datang lebih dulu jauh sebelum waktunya. Maka kaum Zindiq pun mengecam, sedang Imam Abu Hanifah RA dengan tenang minta dimaklumi karena ada ‘udzur. Kaum Zindiq menanyakan udzurnya sambil mengancam tidak mau mengikuti debat jika udzurnya tidak bisa dimaklumi. Imam Abu Hanifah RA pun bercerita : “Sebenarnya aku berangkat tadi sudah tepat waktu, akan tetapi aku tertahan di tepi sungai ketika hendak menyeberang kemari, karena tidak ada perahu yang mengantar. Ketika sudah terlalu lama aku menunggu, maka aku putuskan untuk kembali, namun tiba-tiba aku melihat seonggok kayu mendatangiku dan kemudian kayu-kayu itu bergerak sendiri, satu sama lainnya saling mengikat dan menyatu, sehingga menjadi sebuah perahu. Akhirnya, aku gunakan perahu tersebut untuk menyeberangi sungai, sehingga aku sampai kepada kalian disini.”
Mendengar cerita Imam Abu Hanifah RA, spontan saja kaum Zindiq membentaknya sambil marah : “Adakah kau melecehkan kami dengan ceritamu ?! Apa mungkin seonggok kayu mendatangimu, lalu bekerja sendiri menjadi sebuah perahu ?!” Maka dengan tenang Imam Abu Hanifah RA menjawab : “Bukankah kalian berkumpul disini untuk mendebatku dalam persoalan semacam ini ?! Jika kalian tidak percaya bahwa perahu bisa tercipta dengan sendirinya, maka kenapa kalian menuntut aku untuk percaya bahwa Alam Semesta yang menakjubkan ini tercipta dengan sendirinya ?!” Kaum Zindiq terkejut mendengar jawaban Imam Abu Hanifah RA, mereka pun bungkam berjuta bahasa, bahkan akhirnya mereka taubat di hadapan Imam Abu Hanifah RA disaksikan umat Islam yang menghadiri acara tersebut.
Almarhum KH. Muhammad Syafi’i Hadzami rhm, seorang Ulama Besar Betawi, dalam pengajian di Radio Cendrawasih semasa hidupnya, pernah mendapat pertanyaan “nyeleneh” dari seorang pendengar : “Ada orang kafir bertanya kepada saya, kenapa umat Islam jika buang angin perlu berwudhu untuk Shalat. Pertanyaannya, kok yang buang angin pantat, tapi yang dibasuh muka dalam wudhu ?!” Almarhum menjawab dengan tenang : “Jika anda buang angin, yang malu pantat atau muka ?! Tentu muka, karenanya muka yang malu itulah yang dibasuh.”
SYAHWAT PEMIKIRAN
Dengan demikian menjadi terang benderang bahwasanya kaum Liberal tidak seberani yang dikira, dan tidak pula sekritis yang digaungkan, serta tidak seproduktif yang dilihat. Kaum Liberal hanya kemlompok “Plagiat Pemikiran” yang bisanya hanya menjiplak pemikiran orang lain. Bahkan yang lebih menjijikkan, ternyata kaum Liberal itu kelompok “Pelacur Pemikiran” yang selalu menerima pemikiran apa saja dan darimana saja hanya untuk memenuhi “Syahwat Pemikiran” mereka dengan dalil akal dan nalar.
Kaum Liberal sangat mengandalkan akal, bahkan cenderung mempertuhankan akal, sehingga semua aturan Aqidah, Syariat dan Akhlaq ditimbang dengan neraca akal. Dengan berdalih ayat dan hadits tentang keistimewaan akal, mereka paksa Aqidah, Syariat dan Akhlaq untuk tunduk kepada akal. Itulah karenanya, kaum Liberal akan menentang ayat dan menolak hadits jika mereka nilai bertentangan dengan akal.
Benarkah dengan sikap demikian itu berarti kaum Liberal telah memuliakan akal, atau sebaliknya. Insya Allah, pada edisi berikut akan penulis paparkan melalui kolom yang sama ini dengan judul : Liberal Pemerkosa Akal dan Pembunuh Nalar.
Semoga Allah SWT senantiasa menjaga dan melindungi kita dari segala bentuk pelacuran pemikiran yang sesat dan menyesatkan. Aamiiin…!
sumber: http://suara-islam.com/news/berita/kolom/3225-liberal-pelacur-pemikiran
Terimakasih banyak atas informasi yang diberikan semoga bermanfaat
Ini yanng menjadi kontroversi dari judul nya yang sebaiknya memillih kata yang bak. But thanks for your information