“Sungguh mereka pasti akan membunuhku. Mereka tak mungkin membiarkanku. Dan aku takut bila aku terbunuh di Tanah Haram ini, hal itu akan merusak kehormatan Tanah Haram.”
Suatu malam di negeri Mesir, Habib Ali Al-Jufri menuturkan kisah Tragedi Karbala. Peristiwa yang menjadi noda hitam dalam sejarah Islam. Peristiwa yang mengakibatkan cucu Rasulullah SAW Imam Husain, dan hampir seluruh anggota keluarganya, dibunuh secara keji.
Demi Tuhan, yang mengumpulkan kita semua di malam ini, apa yang terjadi pada Imam Husain adalah konsekuensi dari cobaan dan ujian baginya.
Al-Husain pergi meninggalkan Madinah menuju Makkah. Sebelumnya ia beristikharah, meminta petunjuk Allah SWT, perihal dukungan 17.000 orang yang membai’atnya. Lalu ia memutuskan akan pergi bersama sekelompok pemuda Bani Hasyim, berikut para pengikut dan (keluarga) pendukung mereka dari kalangan wanita dan anak-anak.
Kemudian, Abdullah bin Abbas menjumpai Al-Husain, ia berkata, “Wahai anak putri Rasulullah SAW, benarkah berita yang sampai kepadaku bahwa engkau telah memutuskan akan pergi ke medan jihad itu?”
“Ya,” jawab Al-Husain.
“Bukankah mereka telah mengkhianati ayah dan saudaramu? Tidaklah aku lihat mereka kecuali pasti mengkhianatimu pula,” ujar Ibnu Abbas.
Al-Husain berkata, “Sungguh aku mengetahui bahwa mereka pasti mengkhianatiku.”
Ibnu Abbas bertanya lagi, “Lalu untuk apa engkau keluar, wahai putra Rasulullah?”
Al-Husain berkata, “Sungguh mereka pasti akan membunuhku. Mereka tak mungkin membiarkanku. Dan aku takut bila aku terbunuh di Tanah Haram ini, hal itu akan merusak kehormatan Tanah Haram….”
Akhirnya sampailah Al-Husain dan rombongan di sebuah padang yang luas. Karbala namanya. Dan, di sanalah pembataian itu terjadi.
Tragedi Karbala terjadi tak terlepas dari rakusnya penguasa zhalim pada kedudukan khalifah secara politis. Namun, apakah pencapaian posisi khalifah secara politis itu adalah segala-galanya?
Inilah antara lain pandangan Habib Umar Bin Hafidz.
Dalam kitab Al-Mustadrak ada riwayat yang dinyatakan shahih oleh Adz-Dzahabi, “Setelah Al-Hasan mundur sebagai khalifah, ada orang bilang kepadanya, ‘Orang-orang mengatakan, Tuan menginginkan khilafah.’
Al-Hasan berkata, ‘Aku meninggalkan jabatan khilafah di saat orang-orang kuat berada di tanganku. Mereka mengikuti perintahku, siap memerangi orang yang aku perangi, dan berdamai dengan orang yang berdamai denganku. (Aku meninggalkan khilafah itu) karena untuk mencari ridha Tuhanku dan menghindarkan pertumpahan darah sesama muslimin….’.”
Dalam konteks ini, mundur dari khilafah saat terjadinya perpecahan adalah khilafah sejati. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh anakku (cucuku) ini adalah seorang pemimpin. Dengan perantaraannya, Allah akan mendamaikan permusuhan di antara dua kubu besar kaum muslimin.” (HR Al-Bukhari).
Intinya, sikap Al-Hasan dan Al-Husain benar sesuai konteks masalah yang mereka hadapi. Selengkapnya tentang drama pembantaian dalam Tragedi Karbala dan pandangan-pandangan Habib Umar, baca majalah alKisah edisi 25/2010.
Sumber: http://majalah-alkisah.com/index.php/dunia-islam/765-prahara-di-padang-karbala-aku-sedang-menuju-kematianku
Video Karbala oleh Habib Ali Aljufri:
BAGIAN 1
BAGIAN 2 (judul di youtube nya gak urut)
BAGIAN 3 (judul di youtube nya gak urut)
Salam perkenalan..saya merasa bangga dengan adanya situs alawiyyin yg dimotori anak-anak muda. Hal ini menunjukkan semangat yg besar dan niat tulus memprotek paham alawiyyin dari penyimpangan dan pemahaman salah tentang apa yg menjadi keyakinan mereka yg mulia. Sedikit info atas tulisan diatas, seakan mengesankan bahwa masalah khilafah bkn masalah penting yg menjadi gugur krn alasan kemungkinan darah tertumpah. Padahal Allah didalam al-Quran menyatakan persoalan khilafah adalah urgen sekali. “wahai Dawud, Aku jadikan engkau sebagai khalifah diatas bumi ini, maka berlakulah adil..” ayat. Maaf, saya lupa surah apa. Mengaitkan kekhilafahan dengan keadilan adalah sesuatu yg diinginkan Allah dan menjadi penting adanya. Jika perlu disimpulkan, al-Hasan dan al-Husain sama-sama pejuang dan peng-klaim khalifah sejati sesuai konteks al-quran dan sunnah Nabi. Dan yg perlu diingat, alasan kelayakan al-Hasan menerima kedudukan khalifah lebih sah dari pd alasan membiarkannya karena khawatir pertumpahan darah meskipun yg terjadi adalah perdamaian. Terimaksih
ana senang dgn adanya bamah ini, namun mohon maaf, mengapa terkadang ana suka nemuin di artikel yg dibuat di situs/blog ini, yg bersumber (sbagian) dr ulama ulama wahabi, ya walaupun seandainya benar isi artikel tsb, apalagi ada dr ulama wahabi tsb yg sangat diragukan sand kelimuanya,
tp sebaiknya agr menggunakan fatwa dr ulama ahlus sunnah wal jamaah, dr para habaib terkemuka yg sudah diyakini sanad keilmuanya,
mohon maaf krn ini adalah situs ahlus sunnah wal jamaah, banyak bercerita tentang keistimewaan habaib, cerita ttg habaib serta perjuanganya, kisah nabi, dan ilmu ilmu lainya,
mohon maaf ats kelancangan koment ana
iya mohon maaf, tolong dibantu untuk koreksi/komentari lngsng ke artikel yg bersangkutan, afuan.
Bismillah.mhon anda jaga lisan jikalau tdk tahu maka bertanya pd ahlul ilmi.jgnlh mencaci ulama karena ulama darahnya beracun.abdul wahab tdk pernah membuat sekte wahabi.sudahkah anda membaca sejarah yg otentik tentang Abdul wahab.klo lah anda pernah membaca dari manakah sumber bacaan tersebut.sudahkah anda perhatikan kaidah membaca buku diantaranya adakah footnote /catatan kaki dri mana bacaan itu diambil bisakah anda membaca dgn memperhatikan kaidah kaidah baca
ini malah cenderung ke syi’ah
Afuan, jika saudara/i dew mengerti Ahlu Sunnah Wal Jamaah, maka khutbah2 seperti ini adalah juga milik Ahlu Sunnah.
Kecuali jika saudara/i adalah anti Ahlu Sunnah yg skrng mereka menyebutnya Wahabi/Salafi.
wahai saudaraku yg seiman, ketahuilah bila sahabat dan ahlul bait adlh milik islam, tdk spantasnya kalo kita menvonis orang yg mencintai ahlul bait lantas kita cap syi’ah, dan orang yg cinta dgn sahabat kita cap wahabi, krna ahlus sunah cinta ahlul bait dan sahabat, krn mrk bgaikan Bintang2 yg mengelilingi indahnya BULAN, di kala alam di cengkam dlm kegelapan..
Orang-orang yang di Indonesia selalu diejek dengan sebutan “Wahabi” pun juga mencintai Ahlul-Bait sebagaimana cinta mereka pada Shahabat, bahkan lebih lagi.
Hanya saja mereka tak mengkultuskan para Ahlul-Bait & mensucikan mereka sebagaimana sucinya Sayyidina Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa alihi wassalam.
Bagi mereka mencintai Ahlul-Bait bukan berarti membenarkan semua yang ada ada Ahlul-Bait, sebagaimana perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullah bahwa “semua manusia bisa diterima & ditolak perkataannya kecuali Rasulullah, karena Rasulullaah tak pernah berkata dari hawa nafsunya melainkan itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”.
Inilah perbedaan mereka dengan Syi’ah & Suffi yang menganggap bahwa Ahlul-Bait ada diantaranya yang suci sebagaimana sucinya Nabi dan ma’shum sebagaimana ma’shumnya Nabi.
Sanad keilmuwan mereka bukan berdasarkan mimpi-mimpi orang yang dianggap sebagai wali, melainkan dari sumber yang murni yang berdasarkan pada ilmu mustholah hadits yang sudah digunakan semenjak para Salaf & Imam yang Empat.
Rasul mengajarkan Tabayyun, itulah yang menjadikan seseorang tahu hakikat sesuatu yang dibicarakan.
Banyak diantara kita yang asal ikut-ikutan menjuluki mereka “Wahabi” & mengejek mereka tanpa tahu hakikat mereka, hanya berdasarkan propaganda & berita.
Tentunya yang dimaksud disini adalah Ulama-ulama Kibar Saudi.
Jadilah Muslim sejati melalui Tabayyun.
Wahai Ahlul Bait Nabi,kalian adalah cahaha..Tetaplh trsenyum Wahai dzuriah Rosululloh,biarkn mreka yg membncimu krna dsini ada bnyak yg mncintaimu,krn mngharap keridhoan Allah dn keridhoan Kekasih kami Rosululloh..